Minggu, 04 Januari 2009

Belajar dari Pirlo untuk Kemerdekaan Palestina


Berikut kutipan dari Kompas Bola:

Pirlo pun merasa tak keberatan jika posisinya digeser Beckham dan dia harus bermain di posisi lain, atau bahkan kadang dicadangkan demi dia. "Aku tak perlu mengajari Beckham untuk berperan sebaik mungkin di posisiku. Dia pemain yang cerdas dan punya naluri kuat dalam posisi. Dia memiliki segala yang dibutuhkan untuk bermain baik di Italia," jelas Pirlo.

"Apakah aku akan bermain agak ke belakang demi memberi posisi buat Beckham? Itu tak akan masalah bagiku. Kami bisa bermain bersama dan menggerakkan permainan sebaik mungkin," tambahnya.

Oh, Pirlo... betapa rendah hatinya dirimu. Sebagai fansnya, gue bangga banget dengan sikapnya. Bahkan, gue berusaha mencontoh kerendahan hatinya. Dengan menjadi pribadi yang rendah hati, kita dapat menjauhkan diri dari sifat iri dan dengki. Gak akan ada lagi tuh, sikap-sikap, seperti sikut-menyikut demi memperoleh jabatan atau kekuasaan. Gue pikir, sikap kayak gitu kan munculnya dari sifat iri dan dengki, yang merasa orang lain gak pantas mendapatkan yang lebih baik dari dirinya.

Selain itu, orang yang gak punya sikap rendah hati bawaannya pengen menguasai orang lain. Contohnya, seperti Israel yang selalu ingin menjajah Palestina. Kayaknya, orang-orang Israel musti berkaca sama Pirlo tuh untuk bersikap rendah hati. Udah mencaplok hampir sebagian besar wilayah Palestina, masih kurang juga???

Hello PBB, kenapa diam aja sih? Sebenarnya, emang Amerika nih sumber penyakitnya. Buktinya, dia memveto resolusi PBB yang berkaitan dengan penyelesaian Palestina vs Israel. Hai Obama, mana suaramu??? Kau bungkam seribu bahasa mengenai serangan Israel ini. Kau beralasan, sampai kau dilantik maka yang menjadi Presiden AS adalah Bush. Padahal, kau sudah bercuap-cuap mengenai banyak hal. Tapi... untuk masalah yang satu ini? Sudah gue duga, Amerika ya Amerika, meskipun Obama awalnya menjadi harapan baru bagi dunia, tapi untuk urusan Palestina, kau tetap aja gak beda dengan Bush. Kalo begini terus... gak akan pernah ada kedamaian di tanah kelahiran tiga agama besar dunia, fiuhhh....

"peace"

Sumber gambar: kompas.com

Selasa, 08 Juli 2008

Life is Beautiful: Sebuah Film dari Roberto Benigni yang Menyentuh


Sebuah film bermutu baru saja saya tonton. Roberto Benigni adalah sang sutradara sekaligus aktor dibalik film ini. Film ini memiliki benang merah dengan film bermutu lain, yakni I am Sam yang dibintangi oleh aktor favorit saya, Sean Penn. Hubungan seorang ayah dengan anaknya menjadi benang merah di antara kedua film bagus ini.

Berlatar belakang di Italia tahun 1930an, film ini diawali dengan kisah seorang pelayan hotel, Guido, dibintangi oleh Roberto Benigni. Guido adalah seorang pemuda yang cerdas, banyak akal, dan kocak. Ia jatuh cinta dengan seorang gadis yang berprofesi sebagai guru. Gadis itu bernama Dora, dibintangi oleh Nicoletta Braschi. Singkat cerita, akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Joshua.

Masa itu holokaus (yang diragukan oleh beberapa pihak) terhadap orang Yahudi juga sampai ke Italia. Guido sendiri adalah seorang Yahudi, sedangkan Dora bukan. Akhirnya, Guido dan anaknya, Joshua, dikirim ke kamp konsentrasi Nazi. Namun, karena cinta Dora terhadap suami dan anaknya, ia pun memaksa ikut ke kamp itu.

Di awal perjalanan, Joshua menanyakan pada ayahnya, 'Kita akan ke mana, ayah?' Dengan berbohong, Guido pun menjawab: 'Kita akan bepergian'. Joshua bertanya lagi, 'Iya, tapi kita akan ke mana?'. 'Ini kejutan ulang tahunmu, jadi rahasia', sahut sang ayah.

Singkat cerita, mereka pun sampai di kamp konsentrasi Nazi. Untuk menghindari penyiksaan terhadap anaknya, Guido pun membayangkan tempat itu menjadi sebuah permainan yang hadiah utamanya sebuah tank. Ia 'membohongi' anaknya dengan permainan khayalannya itu. Anaknya diajak untuk ikut dalam permainannya agar mereka bisa menang dan mendapatkan hadiah utama. Di sinilah kecerdikan sang ayah dalam melindungi anaknya. Semua akal cerdiknya, yang seringkali membuat saya tertawa sekaligus menangis, telah membuat anaknya selamat dari kamp itu. Bagaimana dengan nasib Guido dan Dora? Tonton sendiri, ya biar lebih seru;P

Film ini membuat saya merenungkan cinta orangtua, di film ini cinta sang ayah, yang selama ini saya nikmati. Sebagai anak, kadang saya merasa cinta yang saya berikan terhadap orangtua tidak akan pernah cukup untuk membalas cinta mereka terhadap saya. Meskipun, seringkali saya mengabaikan mereka. Inilah yang membuat saya sering menyesali segala perlakuan buruk saya terhadap orangtua. Sebelum terlambat, saya sedang dan akan selalu berusaha untuk tidak mengecewakan mereka. Mungkin, inilah yang membuat saya selalu memfavoritkan film-film bertema cinta keluarga. Film sejenis yang juga sangat saya suka adalah The God Father Trilogy dan Kabi Kushi Kabi Gham.

Sumber gambar: charmedattic.wordpress.com

Senin, 07 Juli 2008

Pilihan

Banyak sekali pilihan yang disodorkan dalam hidup kita. Semua yang kita jalani adalah sebuah pilihan. Baik itu pilihan kita sendiri maupun berdasarkan pilihan orang lain. Semua pilihan yang ada di hadapan menunggu untuk dipilih atau dilewatkan begitu saja.

Kata orang, kita harus pandai-pandai memilih. Apapun pilihan yang kita pilih, sebenarnya semua itu bergantung pada diri kita sendiri. Bagaimana cara kita memilih, apa yang kita pilih, semua itu terserah kita, bukan? Memang, ada pilihan yang katanya dipilihkan oleh orangtua, misalnya. Namun, itu juga pilihan kita, bukan? Artinya, kita memilih pilihan yang dipilihkan oleh orangtua.

Hidup saya pun demikian, penuh dengan pilihan. Seringkali pilihan-pilihan itu sangat sulit untuk dipilih. Terkadang, saya ingin memilih semua pilihan yang ada. Terkadang pula, saya tidak ingin memilih semua pilihan yang ada. Namun, saya harus tetap memilih. Resiko pun saya jalani dari semua pilihan yang saya pilih. Tentu saja, buah manis dari pilihan yang saya pilih juga saya nikmati.

Semua pilihan yang telah saya pilih membentuk saya menjadi saya yang sekarang ini. Memang, kadang ada setitik penyesalan terhadap pilihan yang telah saya pilih. Namun, seluas syukur yang bisa saya panjatkan atas pilihan yang telah saya pilih. Terima kasih Tuhan atas petunjukMu dalam setiap pilihanku.

Rabu, 28 Mei 2008

'KEEP FIGHTING'

'Keep Fighting or Die Trying'
Itu adalah ungkapan yang mungkin sudah umum kita dengar. Mengucapkan atau memberikan motivasi kepada orang lain dengan ungkapan itu memang mudah. Namun, untuk mempraktikkannya sangatlah melelahkan, kalau tidak mau dikatakan sulit. Apalagi di zaman yang serba susah begini.

Setiap orang mempunyai sebuah impian, bahkan banyak impian. Tak terkecuali dengan saya. Impian membuat kita hidup. Hidup tanpa memiliki impian seperti perjalanan tanpa tujuan. Impian itulah yang membuat kita mau berjuang dan berusaha dalam menjalani hidup ini. Rasanya, impian kitalah yang membuat kita, mau tidak mau atau suka tidak suka, akhirnya mempraktikkan ungkapan tadi.

Banyak cara dapat kita lakukan demi menggapai impian kita. Jalan yang kita tempuh itulah yang mencerminkan siapa diri kita sesungguhnya. 'Fighting & Trying' itu juga yang membentuk kepribadian kita sebagai seorang manusia. Kita tinggal memilih mau menjadi manusia seperti apa, bergantung pada cara kita memilih 'Fighting & Trying' untuk menggapai impian kita itu.

Untuk mencapai sebuah impian memang tidak mudah. Banyak hal harus kita lalui. Lelah dan putus asa kadang menghampiri selama proses pencapaian sebuah impian. Seringkali aral dan rintangan itulah yang menggoda kita untuk memilih jalan pintas. Apakah kita tetap berpegang teguh pada prinsip yang telah kita yakini, atau tergoda untuk meyakini prinsip baru? Itu semua adalah pilihan.

Jadi, apakah kita "Keep fighting or die trying on the right track" or " Keep fighting or die trying on our way"?
Keep fighting or die trying!

Senin, 24 Maret 2008

Pertama

Pertama...
Hari ini banyak sekali hal pertama yang terjadi di hidupku.
Hari ini pertama kalinya aku posting di blog.
Hari ini pertama kalinya komentarku dibacakan di Perspektif Wimar (meski cuma kalimat pertama).
Dan... Masih ada beberapa hal lagi yang pertama kali buatku.
Sering kali, pertama itu pasti menyenangkan. Namun, ada juga hal pertama yang tidak mengenakkan, bahkan menyebalkan.
Pertama yang terjadi padaku hari ini gak semuanya menyenangkan, sih. But, it's okay. Hidup kan gak selalu senang. Dalam hidup, kita pasti akan menjumpai hal-hal yang menyedihkan, mengharukan, membingungkan, bahkan kadang membuat kita merasa menderita. Tapi... itu semua 'kan yang menjadikan kita lebih dewasa dan mampu menghadapi segalanya dalam menjalani hidup ini.